Welcome fellow bloggers!
Jumat, 18 Desember 2009
Competition: Padjajaran Pedestrian Path Renovation
Temporary Shelter For Sumatera Victims
Cihampelas: Sebuah Perjalanan Menuju Kota Urban
Mungkin gambaran inilah yang dirasakan oleh warga setempat kota Bandung yang sehari-hari menemukan Bandung kian hari berubah menjadi “Jakarta kedua”. Dengan semakin maraknya penggusuran rumah-rumah, pembangunan-pembangunan pun banyak terjadi. Arah pembangunan semakin menunjang Bandung untuk menjadi kian komersil. Pusat-pusat lifestyle bermunculan di tengah-tengah keramaian kota ini. Warga kota Bandung juga tentunya tidak ingin ketinggalan untuk ikut “nongkrong” di tempat-tempat yang menentukan status dan kalangan mereka.
Sebutlah Jalan Cihampelas, sebuah jalan yang sangat populer bagi warga kota Bandung maupun bagi wisatawan-wisatawan dari berbagai daerah hingga Negara sejak tahun 1987. Jalan ini memiliki karakter yang begitu kuat dengan wajah warna-warni “superhero”-nya, hingga sampai saat ini, citranya masih dapat mewakili citra Kota Bandung secara keseluruhan. Beragam macam kegiatan pun dapat kita temukan pada jalan ini. Hal ini membuat Jalan Cihampelas menjadi begitu potensial akan perkembangan-perkembangan yang tiada batas.
Salah satu icon Jalan Cihampelas yang sukse dan terkenal adalah Cihampelas Walk, yang merupakan sebuah pusat lifestyle yang tergolong sukses. Dengan konsep walk yang hijau dan terbuka ini, Ciwalk berhasil mencuri perhatian warga kota Bandung, bahkan wisatawan dari berbagai daerah.
Kesuksesan pusat lifestyle ini akhirnya menghasilkan pengembangan Tahap II yang berjudul Ciwalk Extention (Cx) dengan Arsitek Denton Corker Marshall Indonesia. Proyek ini akan menjadikan ciwalk sebuah pusat perbelanjaan dan entertainment center, dilengkapi dengan boutique hotel dengan 128 kamar. Cx dapat kita kategorikan sebagai sebuah bangunan mixed-use, sebuah bangunan yang memiliki banyak fungsi dan penggunaan lahan. Bangunan-bangunan mixed-use lain yang sekategori dengan proyek Cx ini adalah Plaza Indonesia yang berada pada induk bangunan yang sama dengan Grand Hyatt dan ex di Jakarta. Pada bangunan itu terdapat fungsi dan penggunaan lahan yang berbeda-beda pada satu bangunan.
Berkembangnya bangunan mixed-use pada jalan ini merupakan salah satu gejala dari katalisasi urban. Katalisasi urban sendiri adalah perkembangan yang dihasilkan dari sebuah pengembangan kota, seringkali, perkembangan yang terjadi tidak terduga ke arah mana dan berdampak apa. Hal ini adalah sebuah fenomena yang dapat kita jadikan dasar pemahaman terhadap gejala-gejala yang dapat kita lihat pada Jalan Cihampelas, bermula pada tahun 1987 dengan munculnya toko IBC di Jalan Cihampelas no 114. Sesuai dengan teori tentang “Urban Catalyst” yang terdapat pada buku American Urban Architecture yang ditulis oleh Wayne Attoe, dengan mulai munculnya aktifitas komersial ini, kawasan permukiman Cihampelas perlahan berubah fungsi menjadi kawasan perdagangan dan wisata. Investor-investor pun melihat kesempatan strategis untuk menanamkan dananya pada jalan ini. Proyek dengan investasi cukup besar awalnya adalah Premier Plaza. Hal ini merupakan indikasi dari pembangunan urban yang memang berorientasi pada peningkatan nilai dan finansial.
Katalisasi urban sendiri pada dasarnya bukanlah suatu hal yang buruk. Sebuah proses katalisasi haruslah dapat memperkuat elemen yang telah ada atau malah mentransformasi elemen ke arah yang lebih baik. Dalam kasus Jalan Cihampelas, terjadi proses perubahan wajah atau fasade bangunan yang sangat ramai dan akhirnya memberi warna yang cerah pada kota Bandung. Lalu, karakteristik katalisasi urban yang lain juga haruslah memiliki reaksi yang tidak merusak konteksnya. Awalnya, sepanjang ruas Jalan Cihampelas yang komersial tidaklah mengubah perumahan di belakangnya yang merupakan konteks awal pada kawasan ini. Tetap ada gang-gang kecil menuju perumahan-perumahan yang padat dan hidup. Perumahan tersebut juga tidak terganggu oleh proses perdagangan yang malah semakin memberi kesempatan-kesempatan pada lingkungannya.
Namun perjalanan panjang jalan ini telah menuju pada katalisasi yang berikutnya. Sekarang ini katalisasi telah ditambah oleh unsur lifestyle hingga melahirkan Ciwalk dan proyek Cx. Dengan desain baru yang modern dan dinamis, Cx memang mencari jati dirinya yang baru. Tipologi bangunan mixed-use yang diambil oleh Cx juga merupakan usaha yang dilakukan untuk menangkap sekian banyak wisatawan yang dapat dijerat dengan usaha perhotelan. Usaha untuk menjadi berbeda dan unik ini adalah usaha untuk bertahan di dunia kreatif nan kapitalis di Bandung.
Ciwalk sebagai bangunan yang menyediakan entertainment dan leisure memang memiliki pasaran kalangan menengah ke atas yang cukup terbatas. Kalangan ini adalah masyarakat konsumtif yang memicu munculnya status sebagai tolak ukur kemasyarakatan. Hasil inilah yang muncul sebagai hasil dari komersialisme yang ada pada kawasan perumahan ini.
Perubahan pandangan akan kota Bandung inilah yang mulai merusak kekuatan karakter kota ini. Kini perubahan yang telah terjadi pada jalan yang ada sejak tahun 1906 ini telah memberi dampak yang sangat buruk pada fungsi awalnya. Tipologi bangunan mixed-use yang luas dan menyedot banyak kendaraan bermotor tidak lagi memperkuat elemen sebelumnya, tidak juga memberi transformasi ke arah yang lebih baik. Dengan munculnya elemen yang baru, elemen yang lama cenderung ditinggalkan. Meskipun konteks perumahan masih tetap bertahan pada kawasan ini, perbedaan yang mencolok antara rumah-rumah di sekitar dengan bangunan Ciwalk sendiri telah menjadi perkerasan akan timpangnya kesejahteraan masyarakat Bandung. Perang kapitalisme pada kota yang sebelumnya damai ini telah melahirkan maksud-maksud yang mulai menggerogoti esensi kota Bandung yang sebenarnya.
Sebuah katalisasi juga memiliki karakteristik lain yang harus menjadi perhatian kita semua. Semua reaksi katalisasi tidaklah sama. Hasil akhir dari pembangunan proyek Cx yang dilakukan kini tidak dapat kita duga. Seperti apa wajah kota Bandung nantinya, dengan semakin maraknya perkembangan budaya lifestyle yang memiliki latar belakang kapitalisme? Pertanyaan ini sudah seharusnya coba kita jawab dalam pemikiran masing-masing yang ditujukan untuk kota kita sendiri.
Cihampelas Walk yang demikian ramai dan sukses dimiliki oleh warga Bandung bahkan oleh para wisatawan, hendaknya jangan membutakan diri dari lingkungan sekitar, karena Ciwalk adalah sebuah tempat yang sangat berpotensi untuk memberi perbaikan pada Bandung melalui arsitektur. Alangkah indahnya apabila Bandung tidak menjadi “Jakarta kedua”, namun tidak juga berjalan di tempat dan terus menerus mengenang masa lalu. Betapa baiknya jika proyek Ciwalk Extention ini dapat memberi karakter pada Jalan Cihampelas yang baru dan menarik. Tentunya karakter jalan yang begitu kuat dan menarik ini dapat menjadi karakter sebuah kota yang terkenang dengan indah bagi semua warganya.
Sumber :
Wawancara dengan Public Relation Cihampelas Walk
Buku American Urban Architecture – Wayne Attoe
Buku Mixed Land Use
Senin, 21 September 2009
Review : MIMPI RUMAH MURAH
Minggu, 20 September 2009
Portfolio: RUMAH TINGGAL RAMAH NO. 27
Selasa, 27 Januari 2009
Acculturation : REASON TO ACCEPT DIFFERENCES
Minggu, 25 Januari 2009
The "TAMAN MENTENG" Today
Parks are symbols of well-sustained planning in a city. That is why the birth of this green area had given hope to the citizens of Jakarta, the over-crowded city. This multi-functional park has various activites offered to people. Communities can interact through sports like basketball, soccer, skateboarding, bicycling, etc; organizing a small orchestra; implementing an exhibition; or just simply take a walk and enjoy the breeze for a while. The whole concept of this park was so well-thought that it results to a modern and lively public space.
But a year after, I took a second trip to this park and it was way different than how it had been years ago. The difference was not in the activities, but more in the maintenance and caring for this place by the whole community. Vandalism started spreading to various places in this park. Graffitis are all over the place starting from the flower beds, the walls, even the trash cans. It also became harder for cleaning service to cover their job since people don't seem to care of their own trash.
These symptomps are gained over a quick observation by the writer on January 25, 2009 early in the morning. I cannot imagine other possible inappropriateness occuring in this high-aimed public park. The people whom we want to give our contribution to seemed not ready in so many ways.
This continues to another issue. In college I learned a lot about the negativities of commercial private open spaces that are missjugded as a public space. The issue is about gaining profit by immitating the functions of public spaces. This phenomenon creates a huge gap between people who can afford being in this space and people who couldn't. It is said to cause more flaw in our social conditions.
But seeing how people treat the spaces that are voluntarily given to them, rises a thought. No wonder affording people tend to exclude themselves from social-intented spaces. The logic-gap of caring and maintaining is a very strong factor for exclusivism. Senses of possesing creates a certain behaviour that makes us care. Without it, we can easily let it be destroyed.
Before planning a beautiful hope of a city. It's better to reflect on how every social layer of people in Jakarta might react to the concept.